Ghozalie Masroeri, Ketua Lajnah Falakiah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengaku belum bisa memastikan apakah pada 20 Juli mendatang puasa Ramadan akan dimulai. Karena, menurutnya, saat itu tinggi hilal belum sampai dua derajat.
Ghozalie menyatakan, PBNU tidak memiliki keahlian meramal seperti Muhammadiyah yang sudah bisa memastikan awal puasa pada 20 Juli nanti. "Kami tidak punya tradisi meramalkan sesuatu, karena kami berdasarkan hitungan Hisab," jelasnya, saat dihubungi Okezone, Senin (25/6/2012).
Kata dia, PBNU menentukan awal puasa menggunakan kriteria visibilitasial yang bisa dilihat dari berapa derajat yang pasti untuk melihat hilal dan sudah disepakati dengan seluruh organisasi masyarakat Islam yang ada di Indonesia.
"Tinggi hilal dua derajat jarak matahari dan jarak bulan tiga derajat. Pastinya bukan tanggal 20 Juli," tegasnya.
Kemungkianan, tambahnya, awal puasa jatuh pada 21 Juli. Tapi itu pun masih harus mengikuti perhitungan astronomis. "20 Juli itu jaraknya belum dua derajat atau tepatnya satu derajat 38 menit dan 26 detik, yang jelas dalam sidang Hisbat pasti akan diumumkan melalui Kementrian Agama. PBNU tidak pernah mendahului pemerintah," simpulnya.
Sebelumnya, Sekretaris Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nadjib Hamid mengatakan melalui Maklumat Nomor 01/MLM/I/0/E/2012 tentang penetapan hasil hisab Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah 1433 Hijriah. Maka, hasil hisab Muhammadiyah itu karena pada 19 Juli, hillal (bulan) sudah terlihat sehingga keesokan harinya 20 Juli diwajibkan berpuasa.