Hanya dalam tempo dua bulan, Januari-Februari 2010, bencana alam yang menimpa berbagai wilayah di Indonesia sudah mencapai 118 kasus. Ini artinya setiap hari rata-rata ada dua bencana.
Bencana alam yang paling sering terjadi adalah banjir yang mencapai 45 kejadian, diikuti tanah longsor sebanyak 32 kali, dan angin topan 30 kali.
Menko Kesra HR Agung Laksono dalam siaran persnya yang diterima, Kamis 18 Maret 2010, dari bencana-bencana tersebut, korban meninggal dan hilang mencapai 126 orang.
Sementara korban yang kehilangan rumah dan terpaksa harus mengungsi mencapai 35.956 orang dengan kerusakan rumah berat, ringan dan terendam masing masing 769, 2.781 daqn 72.124 buah. Dari bencana tersebut, yang paling besar menelan korban jiwa adalah tanah longsor, yaitu korban meninggal dan hilang sebanyak 74 jiwa, menderita dan mengungsi 8.219 orang, kerusakan rumah 100 buah rusak berat, dan 125 rusak ringan. Sementara bencana banjir telah menelan korban jiwa, korban meninggal 34 jiwa, dan menderita serta mengungsi sebanyak 27.293 jiwa. Sementara kerusakan yang dialami adalah 158 rumah rusak berat, 278 buah rumah rusak ringan, dan 71.765 buah rumah terendam banjir. Sedangkan bencana angin topan telah merengut 8 jiwa korban meninggal, dengan tingkat kerusakan rumah paling banyak dibanding bencana longsor dan banjir. Rusak berat 472 unit rumah, sedangkan rusak ringan sebanyak 2.291 buah.
Berbagai kejadian bencana tersebut menurut Agung Laksono, secara bertahap telah dapat diselesaikan, seperti penanganan kedaruratan bencana sebanyak 42 kejadian dengan korban jiwa 34 orang meninggal dan 27.291 orang mengungsi, ratusan rumah rusak berat dan rusak ringan serta lebih dari 70.000 rumah terendam.
Upaya penanganan tersebut antara lain pengiriman Tim Reaksi Cepat BNPB dan Inter Kementerian/Lembaga untuk bencana banjir di NAD, Riau, Jatim, Jabar dan Sultra. Demikian juga untuk bencana longsor di Kab Bandung, Jawa Barat diberangkatkan 20 personel SRC-PB dan 1 SSK (100 personel) Yonif 301.
Tahap berikutnya adalah penyaluran bantuan kedaruratan untuk banjir di Kabupaten Pasuruan sebanyak Rp 200 juta, tanah longsor di Kabupaten Wonosobo sebesar Rp 200 juta, banjir bandang di Kabupaten Kolaka Utara Rp 200 juta, banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sumedang sebesar Rp 200 juta, banjir di Kabupaten Bandung sebesar Rp. 300 juta, 300 buah pelampung, dan 1 paket makanan, longsor di kabupaten Bandung sebesar Rp 200 juta, tenda keluarga 500 lembar, selimut 500 lembar, peralatan dapur 100 paket, sandang 250 paket, jenset, tandu dan tikar.
Sebelumnya, bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang 2009 hingga 2010 didominasi akibat banjir dengan prosentase sebanyak 60 persen disusul oleh longsor, gempa bumi dan tsunami, demikian dikatakan Direktur Perbaikan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Untung Sarosa di Bandung, Kamis.
"Bencana alam yang terjadi kebanyakan diakibatkan oleh material air seperti halnya banjir dan untuk longsor meski tidak murni penyebabnya air namun sangat berkaitan erat khususnya saat curah hujan sangat tinggi," katanya.
Ia menjelaskan terjadinya pergeseran tanah juga cenderung diakibatkan oleh air meski harus dalam curah hujan yang sangat tinggi atau diatas 150 mm per hari.
"Rekahan yang terjadi akibat gempa mampu melongsorkan sebuah bukit setelah curah hujan sangat tinggi seperti halnya yang terjadi di Perkebunan Dewata, Pasirjambu, Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu," ujarnya.
Selain air, kerusakan lingkungan seperti penggundulan hutan juga memicu terjadinya bencana alam di Indonesia. "Hal ini bisa terjadi karena dibawah tanah yang gembur terjadi penampungan-penampungan air yang pada batas waktu tertentu tanah tidak dapat menahan bebannya sehingga terjadi longsor," kata Untung.
Disaat terjadinya bencana, lanjut Untung, banyak korban yang berjatuhan tidak hanya manusia juga harta benda dan infrastruktur pelayanan umum. "Hal ini yang harus juga diperhatikan oleh Pemerintah Daerah khususnya yang memiliki jalur-jalur merah," ujarnya.
"Di Baleendah, Kabupaten Bandung sudah semestinya perumahan yang berada di bantaran sungai dibangun dengan cara rumah panggung dengan ketinggian tertentu sehingga dapat meminimalisasi jumlah kerugian nyawa dan materi," ujarnya.
Begitu pula di wilayah rawan longsor, rumah yang harus dibangun tidak berupa tembok yang langsung menempel ke tanah seharusnya dibuat rumah panggung sehingga air dapat terserap oleh tanah dan tidak membentuk bendungan-bendungan.
"Getaran tanah mampu merobohkan bangunan sehingga bakal menimbulkan korban jiwa seperti halnya di Nyalindung, Kabupaten Sukabumi dan Pasirjambu, ketegasan dan pengawasan pemda berperan penting dalam hal ini jika relokasi sulit dilakukan," ujarnya.
Menurut Untung, daerah-daerah di Indonesia yang rawan bencana alam diantaranya adalah Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.
Bencana alam yang paling sering terjadi adalah banjir yang mencapai 45 kejadian, diikuti tanah longsor sebanyak 32 kali, dan angin topan 30 kali.
Menko Kesra HR Agung Laksono dalam siaran persnya yang diterima, Kamis 18 Maret 2010, dari bencana-bencana tersebut, korban meninggal dan hilang mencapai 126 orang.
Sementara korban yang kehilangan rumah dan terpaksa harus mengungsi mencapai 35.956 orang dengan kerusakan rumah berat, ringan dan terendam masing masing 769, 2.781 daqn 72.124 buah. Dari bencana tersebut, yang paling besar menelan korban jiwa adalah tanah longsor, yaitu korban meninggal dan hilang sebanyak 74 jiwa, menderita dan mengungsi 8.219 orang, kerusakan rumah 100 buah rusak berat, dan 125 rusak ringan. Sementara bencana banjir telah menelan korban jiwa, korban meninggal 34 jiwa, dan menderita serta mengungsi sebanyak 27.293 jiwa. Sementara kerusakan yang dialami adalah 158 rumah rusak berat, 278 buah rumah rusak ringan, dan 71.765 buah rumah terendam banjir. Sedangkan bencana angin topan telah merengut 8 jiwa korban meninggal, dengan tingkat kerusakan rumah paling banyak dibanding bencana longsor dan banjir. Rusak berat 472 unit rumah, sedangkan rusak ringan sebanyak 2.291 buah.
Berbagai kejadian bencana tersebut menurut Agung Laksono, secara bertahap telah dapat diselesaikan, seperti penanganan kedaruratan bencana sebanyak 42 kejadian dengan korban jiwa 34 orang meninggal dan 27.291 orang mengungsi, ratusan rumah rusak berat dan rusak ringan serta lebih dari 70.000 rumah terendam.
Upaya penanganan tersebut antara lain pengiriman Tim Reaksi Cepat BNPB dan Inter Kementerian/Lembaga untuk bencana banjir di NAD, Riau, Jatim, Jabar dan Sultra. Demikian juga untuk bencana longsor di Kab Bandung, Jawa Barat diberangkatkan 20 personel SRC-PB dan 1 SSK (100 personel) Yonif 301.
Tahap berikutnya adalah penyaluran bantuan kedaruratan untuk banjir di Kabupaten Pasuruan sebanyak Rp 200 juta, tanah longsor di Kabupaten Wonosobo sebesar Rp 200 juta, banjir bandang di Kabupaten Kolaka Utara Rp 200 juta, banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sumedang sebesar Rp 200 juta, banjir di Kabupaten Bandung sebesar Rp. 300 juta, 300 buah pelampung, dan 1 paket makanan, longsor di kabupaten Bandung sebesar Rp 200 juta, tenda keluarga 500 lembar, selimut 500 lembar, peralatan dapur 100 paket, sandang 250 paket, jenset, tandu dan tikar.
Sebelumnya, bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang 2009 hingga 2010 didominasi akibat banjir dengan prosentase sebanyak 60 persen disusul oleh longsor, gempa bumi dan tsunami, demikian dikatakan Direktur Perbaikan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Untung Sarosa di Bandung, Kamis.
"Bencana alam yang terjadi kebanyakan diakibatkan oleh material air seperti halnya banjir dan untuk longsor meski tidak murni penyebabnya air namun sangat berkaitan erat khususnya saat curah hujan sangat tinggi," katanya.
Ia menjelaskan terjadinya pergeseran tanah juga cenderung diakibatkan oleh air meski harus dalam curah hujan yang sangat tinggi atau diatas 150 mm per hari.
"Rekahan yang terjadi akibat gempa mampu melongsorkan sebuah bukit setelah curah hujan sangat tinggi seperti halnya yang terjadi di Perkebunan Dewata, Pasirjambu, Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu," ujarnya.
Selain air, kerusakan lingkungan seperti penggundulan hutan juga memicu terjadinya bencana alam di Indonesia. "Hal ini bisa terjadi karena dibawah tanah yang gembur terjadi penampungan-penampungan air yang pada batas waktu tertentu tanah tidak dapat menahan bebannya sehingga terjadi longsor," kata Untung.
Disaat terjadinya bencana, lanjut Untung, banyak korban yang berjatuhan tidak hanya manusia juga harta benda dan infrastruktur pelayanan umum. "Hal ini yang harus juga diperhatikan oleh Pemerintah Daerah khususnya yang memiliki jalur-jalur merah," ujarnya.
"Di Baleendah, Kabupaten Bandung sudah semestinya perumahan yang berada di bantaran sungai dibangun dengan cara rumah panggung dengan ketinggian tertentu sehingga dapat meminimalisasi jumlah kerugian nyawa dan materi," ujarnya.
Begitu pula di wilayah rawan longsor, rumah yang harus dibangun tidak berupa tembok yang langsung menempel ke tanah seharusnya dibuat rumah panggung sehingga air dapat terserap oleh tanah dan tidak membentuk bendungan-bendungan.
"Getaran tanah mampu merobohkan bangunan sehingga bakal menimbulkan korban jiwa seperti halnya di Nyalindung, Kabupaten Sukabumi dan Pasirjambu, ketegasan dan pengawasan pemda berperan penting dalam hal ini jika relokasi sulit dilakukan," ujarnya.
Menurut Untung, daerah-daerah di Indonesia yang rawan bencana alam diantaranya adalah Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur.
source: http://www.nurseha.com/islam-dalam-berita/nasional/656-ratusan-bencana-terjang-indonesia-hanya-dalam-2-bulan.html